KASUS ETIKA BISNIS DI TAIWAN
Akhir-akhir
ini makin banyak di bicarakan perlunya pengaturan tentang perilaku bisnis
terutama menjelang mekanisme pasar bebas. Dalam mekanisme pasar bebas di beri
kebebasan luas kepada pelaku bisnis untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan
diri dalam pembangunan ekonomi. Disini pula pelaku bisnis di biarkan bersaing
untuk berkembang mengikuti mekanisme pasar.
Dalam
perusahaan tentang perusahaan terutama perusahaan dalam memperoleh keuntungan
sering kali terjadi pelangaran etika berbisnis, bahkan melanggar peraturan yang
berlaku. Apa lagi persaingan yang akan di bahas adalah persaingan produk impor
dari Indonesia yang ada di Taiwan. Karena harga yang lebih murah serta serta
kualitas yang tidak kalah dari produk-produk lainnya.
Kasus
indomie yang mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena di sebut
mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia dan di tarik dari
peredaran. Zat yang terkandung dalam indomie adalah Methyl parahhydroxybenzoate
dan Benzoic acid (Azam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh
digunakan untuk membuat kosmetik, pada jum’at (08/10/2010) pihak Taiwan telah
memutuskan untuk menarik semua jenis produk indomie dari peredaran. Di
hongkong, dua supermarket terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan
produk dari indomie.
Kasus
Indomie kini mendapat perhatian Anggota DPR dan Komisi IX akan segera memanggil
kepala BPOM Kustantinah. “ Kita akan mengundang BPOM untuk menjelaskan masalah
teerkait produk indomie itu, secepatnya kalau bisa hari kamis ini,” kata ketua
komisi IX DPR, Ribka Tjibtaning, di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa
(12/10/2010). Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang kasus indomie ini
bisa terjadi, apalagi pihak Negara luar yang mengetahui terlebih dahulu akan
adanya zat berbahaya yang terkandung di
dalam produk Indomie.
A Dessy
Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang terkandung
di dalam indomie yaitu Methyl parahhydroxybenzoate dan Benzoic acid
(Azam benzoat) adalah bahan pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk
dan tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya di kenal dengan nama nipagin. Dalam
pemakaian untuk produk kosmetik sendiri pemakaian nipagin di batasi maksimal
0,15 %.
Ketua
BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia
dalam kasus Indomie ini. Kustantinah juga membenarkan adanya zat berbahaya bagi
manusia dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjekaskan bahwa benar Indomie
mengandung nipagin, yang juga berada di
dalam kecap dalam kemasan mie instan tersebut. Tetapi kadar kimia yang ada
dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk di konsumsi, lanjut
kustantinah.
Tetapi
bila kadar nipagin melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250 mg
per kilogram (Kg) untuk mie instan dan 1.000 mg nipagin per Kg dalam makanan
lain kecuali daging, ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan
muntah-muntah dan sangat berisiko terkena penyakit kanker.
Menurut
kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision,
produk Indomie sudah mengacu kepada
persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan keamanan produk
pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota codec. Produk Indomie yang di
pasarkan di Taiwan seharusnya untuk di konsumsi dio Indonesia. Dan karena
standar di antara kedua Negara yang berbeda maka timbulah kasus Indomie ini.
Di Taiwan
sendiri, persaingan bisnis mie Instant sangatlah ketat, di samping
produk-produk mi Instant dari Negara lain, produk mi Instant asal Taiwan oun
banyak membanjiri pasar dalam Negeri Taiwan.
Harga
yang di tawarkan oleh Indomie sekitar Rp1500, tidak jauh berbeda dari harga
Indomie di Indonesia. Sedangkan mi Instant asal Taiwan dijual dengan harga
mencapai Rp5000 per bungkusnya. Di samping harga yang murah, Indomie juga
memiliki beberapa keunggulan di bandingkan dengan produk mi Instan asal Taiwan,
yaitu memiliki berbagai varian rasa yang di tawarkan kepada konsumen. Dan juga
banyak TKI/W asal Indonesia yang menjadi konsumen favorit dari produk Indomie
selain karena harganya yang murah juga mereka suddah familiar dengan produk
Indomie.
Tentu
saja hal itu menjadi batu sandungan bagi produk mi instan asal Taiwan. Produk
mereka menjadi kurang di minati karena harganya yang mahal. Sehingga disinyalir
pihak perindustrian Taiwan mengklain telah melakukan telah melakukan penelitian
terhadap produk Indomie, dan menyatakan bahwa produk tersebut tidak layak di
konsumsi karena mengandung beberapa bahan kimia yang dapat membahayakan bagi kesehatan.
Hal tersebut
sontak di bantah oleh pihak PT. Indofood selaku produsen Indomie. Mereka
menyatakan bahwa produk mereka telah lolos uji laboratorium dengan hasil yang
dapar di pertanggung jawabkan dengan menyatakan bahwa produk indomie telah di
terima dengan baik tahap serangkaian tes
baik itu badan kesehatan nasional maupun internasional yang sudah memiliki
standarisasi tersendiri terhadap penggunaan bahan kimia dalam makanan, Indomie
dinyatakan lulus uji kelayakan untuk di konsumsi.
Dari
fakta tersebut, disinyalir penarikan produk Indomie dari pasar dalam Negeri
Taiwan di sinyalir karena persaingan bisnis semata, yang mereka anggap
merugikan produsen lokal.
Yang
menjadi pertanyaan adalah mengapa tidak sedari dulu produk indomie di bahas
oleh pemerintah Taiwan, atau pemerintah melarang produk Indomie masuk pasar
Taiwan?. Melainkan mengklaim produk
Indomie berbahaya untuk di konsumsi pada saat produk tersebut sudah menjadi
produk yang di minati di Taiwan. Dari kasus tersebut dapat di lihat bahwa ada
persaingan bisnis yang telah melanggar etika dalam berbisnis.
Terimakasih...